Tahapan (sintaks) Project-based learning

Dalam tulisan ini dijelaskan sintaks atau tahapan pembelajaran berbasis proyek. Tahapan dalam project-based learning terdiri dari perencanaan, hook session, pendalaman permasalahan, peningkatan kualitas produk, pembuatan produk, dan showcase product.

PROJECT-BASED LEARNING

Nurul Bahirah

1/11/20237 min read

Tahapan (sintaks) Project-based learning

Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas dari adaptasi project-based learning di Indonesia yang masih cukup baru adalah dengan membantu memberikan gambaran proses pelaksanaan project-based learning. Hal ini menjadi penting karena project-based learning merupakan pendekatan yang cukup baru dan mungkin tidak familiar bagi beberapa guru. Oleh karena itu, dengan memberikan gambaran berupa tahapan yang umum dilakukan di project-based learning, bisa menjadi acuan guru-guru yang ingin mencoba pendekatan ini. Berikut adalah enam tahapan yang umum muncul di project-based learning:

tahapan project-based learning
tahapan project-based learning
Tahap Pertama : perencanaan

Perencanaan dari project-based learning adalah proses pertama dan juga menjadi salah satu proses yang paling kreatif dari PBL. Perencanaan PBL akan berbeda dari perencanaan belajar-mengajar biasanya. Di perencanaan PBL, kekreatifan guru ditantang dalam mencocokan antara materi yang ingin diajarkan dengan masalah nyata (real problem), yang menarik bagi murid.

Seperti contoh diatas, seorang guru pendidikan olahraga ingin mengajarkan tentang senam kebugaran jasmani dengan menggunakan metode project-based learning. Di bagian perencanaan, guru olahraga tersebut harus mempertimbangkan 2 hal: materi yang ingin diberikan dan masalah nyata disekitar murid. Karena topiknya tentang senam, permasalahan yang bisa diangkat adalah obesitas di remaja dan turunnya popularitas senam di kalangan remaja.

Berangkat dari kedua hal tersebut, guru olahraga tersebut, mencari titik tengah yang bisa menjadi topik PBL: "permasalahan obesitas dan bagaimana senam bisa untuk mengatasinya."

Selanjutnya, setelah menentukan topik, perlu dibuat juga driving questions/pertanyaan pemicu. Pertanyaan pemicu ini harus menantang murid, relevan, dan membuat murid tertarik untuk mengerjakanya. Sebagai contoh, "Bagaimana cara kita bisa membuat senam yang viral dan menarik buat gen-Z sehingga bisa mengurangi obesitas di kalangan remaja?”

Menurut guru olahraga tersebut, hal ini akan menarik bagi siswa karena murid-murid diberikan kesempatan untuk menggunakan media sosial dengan cara yang positif dan juga diafirmasi kebutuhannya untuk 'viral'. Siapa anak muda yang tidak ingin viral?

Berangkat dari pertimbangan-pertimbangan diatas, guru olahraga tersebut memustukan untuk menggunakan permasalahan ini sebagai permasalahan di PBL.

Selain menentukan topik & permasalahan yang diangkat -- partner kerja sama– juga menjadi bagian dari elemen yang harus direncanakan di dalam PBL. Seperti yang dijelaskan di artikel sebelumnya tentang fondasi PBL, spirit dari project-based learning adalah meeting new people, going to places. Jadi, idealnya, akan baik apabila dalam pembelajaran kita memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk membangun jejaring sosial dengan bertemu orang-orang baru yang professional di bidangnya.

Sebagai contohnya dalam konteks topik PBL diatas, salah satu partner yang bisa diajak kerja sama adalah ahli gizi ataupun instruktur senam professional. Dengan berdiskusi dengan ahli gizi, anak murid dapat langsung bertanya dan berdiskusi lebih jauh tentang obesitas dan hal apa yang efektif untuk menguranginya.

Selain itu, siswa juga akan memiliki kenalan professional baru yang mungkin akan berguna untuk memberikan perspektif berbagai jenis pekerjaan yang bisa mereka lakukan di masa depan.

Contoh partner lain yang bisa diajak kerja sama adalah instruktur senam. Murid-murid bisa berdiskusi tentang senam dan langsung mempelajari gerakan-gerakan senam yang populer. Berangkat dari interaksi dengan instruktur senam, murid-murid dapat menciptakan senam singkat mereka sendiri. Untuk mendapatkan partner, tentu saja perlu direncanakan jauh-jauh hari. Oleh karena itu sebaiknya dalam merencanakan PBL diperlukan waktu yang cukup.

Selain itu terdapat beberapa hal lain yang perlu direncanakan seperti bayangan tentang jenis produk akhir, bagaimana mengenalkan topik ini ke murid-murid, dan juga rencana presentasi produk akhir. Berikut adalah lembar yang bisa digunakan untuk merancang proses project-based learning dari CFLaT (Center for Learning and Teaching) Newcastle University.

hal apa yang perlu direncanakan untuk melakukan project-based learning
hal apa yang perlu direncanakan untuk melakukan project-based learning
Tahap kedua : Hook session

Tujuan dari Hook session (sesi pemancing) bisa beragam, namun salah satu yang paling penting adalah menimbulkan rasa ketertarikan di dalam diri murid untuk mengeksplorasi topik yang diangkat. Seperti namanya ‘hook’ yang berarti ujung kail pancingan. Sesi ini berusaha memancing agar anak-anak tertarik dan melanjutkan eksplorasi terhadap permasalahan yang diangkat.

Bentuk dari hook session project-based learning bisa beragam. Sebagai contoh dalam suatu sekolah di Inggris yang melakukan project-based learning dengan topik pencegahan kejahatan senjata tajam, kelas mereka didekorasi menjadi crime scene. Darah (buatan) bercipratan di lantai, potongan kaca (dari plastik), dan potongan pola badan di lantai. Begitu masuk ke dalam kelas, anak-anak dapat merasakan sesuatu yang berbeda.

contoh sesi awal project-based learning
contoh sesi awal project-based learning
contoh project-based learning pencegahan kejahatan
contoh project-based learning pencegahan kejahatan

Selain itu, hook session ini juga bisa dilakukan dengan tujuan untuk memberikan inspirasi ataupun memberikan konteks permasalahan. Sebagai contoh, salah satu project-based learning di bidang matematika yang dilakukan oleh satu sekolah di Amerika, membawa murid-murid mereka ke sebuah perumahan yang belum dibangun. Disana, dijelaskan bahwa permasalahan project-based learning yang akan diangkat adalah membuat rancangan model rumah untuk kompleks daerah tersebut. Dari sesi tersebut anak-anak mengeksplorasi luas tempat, jumlah rumah yang ingin dibangun, dan tipe rumah yang dibutuhkan.

Bentuk lain hook session juga dapat berbentuk seperti kunjungan ke tempat baru, pemutaran film, ataupun presentasi data yang menggagetkan.

Tahap ketiga : Pendalaman masalah

Seringkali dalam project-based learning, ada kecendrungan untuk terburu-buru dan langsung berfokus pada produk apa yang ingin dihasilkan. Sehingga pembahasan lebih jauh terhadap masalah yang diangkat yang mana merupakan intisari dari project-based learning kurang mendapatkan fokus. Oleh karena itu, pendalaman terhadap topik/permasalahan yang diangkat menjadi fundamental di awal tahapan project-based learning. Hal ini bisa dilakukan dengan melakukan aktivitas seperti desk-research (googling atau keperpustakaan), mendengarkan materi/kuliah umum, ke lab, atau mengikuti workshop terkait.

Tahap keempat : meningkatkan kualitas desain produk awal

Seringkali, dalam perencanaan dan pembuatan project, terdapat sebuah tendensi untuk terburu-buru menghasilkan karyanya. Padahal bisa jadi, karya awal yang kita rancang masih memiliki banyak kekurangan ataupun ternyata terdapat alternative produk/projek yang lebih baik. Tahapan ini memberikan ruang bagi guru ataupun real-audience, untuk memberikan feedback terhadap rancangan awal produk siswa.

Sebagai contoh, satu sekolah di Inggris mengadakan project-based learning di bidang matematika dan fisika, dengan membuat mobil dari kayu yang akan dilombakan. Murid-murid pun datang untuk bertemu ahli di bidang automotif untuk meminta masukan mengenai rancangan mobil mereka, belajar dari situ banyak dari mereka yang menambahkan bagian untuk keamanan pengendaranya, memastikan pengendaranya terlindungi dari kecelakaan.

kuliah langsung sebagai metode memahami masalah di PBL
kuliah langsung sebagai metode memahami masalah di PBL
desk research sebagai metode pemahaman masalah project-based learning
desk research sebagai metode pemahaman masalah project-based learning

Sebagai contoh, untuk topik mengenai pencegahan obesitas di kalangan muda diatas, anak murid bisa diajak untuk berdiskusi dengan ahli gizi tentang penyebab obesitas. Anak murid juga bisa diajak untuk mengikuti berbagai jenis senam (workshops) untuk menjadi inspirasi senam yang akan mereka buat.

Contoh lainya, di satu sekolah di inggris, untuk topik PBL pencegahan kejahatan senjata tajam, anak-anak diajak untuk bertemu langsung dengan petugas ambulans di Inggris dan belajar cara pertolongan pertama untuk korban kejahatan senjata tajam. Selain itu, mereka juga diajak untuk bertemu dengan keluarga korban kejahatan senjata tajam. Pertemuan dengan pihak-pihak terkait ini memberikan mereka pengetahuan lebih mendalam tentang permasalahan yang diangkat.

Proses pendalaman masalah ini bisa jadi sebagai salah satu proses 'learning' yang utama bagi siswa. Namun, mungkin saja, pendalaman masalah ini juga dilakukan oleh guru. Terutama, mungkin, pada project-based learning di bidang matematika, yang mana mungkin guru merasa perlu mengajarkan hal-hal fundamental yang penting untuk project yang akan dilakukan.

Tahap kelima: pembuatan produk akhir

Pada tahapan ini, setelah murid-murid mendapatkan masukan mengenai produk/projek mereka dari ahli ataupun audience, mereka dapat mulai membuat produk mereka. Sebagai contoh, apabila produk mereka berupa komik yang menggambarkan bahayanya narkoba, maka mereka bisa langsung menggambarkanya. Bisa juga apabila produk mereka dalam bentuk kampanye sosial, mereka dapat langsung melakukan kampanye sesuai perencanaan yang dibuat.

Tahap keenam: Showcase/ Presentasi produk ke calon pengguna

Tahapan terakhir adalah presentasi produk akhir kepada pengguna ataupun orang yang bersangkutan. Tahapan akhir ini sangat essensial dan merupakan salah satu tahapan yang membedakan project-based learning dengan pendekatan lain.

"Mengapa harus presentasi/showcase akhir kepada real audience?"

Fondasi project-based learning adalah autentik (nyata). Dimulai dari permasalahan yang nyata di sekitar (real problem), produk yang nyata dapat berguna (real product), dan juga presentasi produk ke orang yang benar terkait dengan masalah tersebut (real people).

Sebagai contoh, di satu sekolah di Indonesia, project-based learning di bidang kimia tentang permasalahan limbah batik dilaksanakan. Dalam bagian akhir projek, diundang orang tua yang juga merupakan pembatik. Anak-anak mempresentasikan hasil projek mereka tentang dampak langsung limbah batik ke pencemaran sungai dan juga memberikan masukan cara untuk mengurangi pencemaran.

merancang pembelajaran berbasis proyek
merancang pembelajaran berbasis proyek
merancang project-based learning
merancang project-based learning
contoh project-based learning di pelajaran kimia
contoh project-based learning di pelajaran kimia

Contoh lainya adalah di satu sekolah di North-east Inggris – yang mengangkat project-based untuk pencegahan kekerasan di sekolah – mereka mengadakan pameran karya seni yang didatangi oleh murid-murid lain dan juga staf sekolah. Produk karya seni seperti, puisi, lagu, lukisan, dipamerkan dalam kegiatan tersebut.

project-based learning sebagai usaha pencegahan kejahatan
project-based learning sebagai usaha pencegahan kejahatan

Salah satu tujuan utama dari showcase produk ini juga untuk memberikan urgensi kepada murid-murid untuk menghasilkan produk yang terbaik. Di saat murid-murid tau bahwa produk yang mereka buat bukanlah untuk sekedar dinilai oleh guru -- seperti pekerjaan rumah biasa. Namun, produk nyata yang dilihat dan digunakan oleh orang yang sesungguhnya, maka akan meningkatkan motivasi mereka menghasilkan karya yang terbaik.

Sebagai contoh, di salah satu sekolah di Amerika mengadakan project-based learning untuk meningkatkan keamanan anak-anak bermain di jalan. Anak-anak bekerja sangat keras untuk menghasilkan rancangan kebijakan yang sesuai dengan gaya formal pemerintahan karena tau akan dibaca oleh pihak dewan di Amerika Serikat.

Dalam project-based learning, user (pengguna) yang akan menilai produk mereka. Menariknya, prinsip ini juga banyak digunakan oleh bisnis di dunia nyata. Keberhasilan suatu produk baik IT ataupun non-IT, bergantung pada kepuasan pengguna langsungnya (user). Hal ini yang menjadikan pendekatan project-based learning dipercayai dapat lebih relevan kepada pekerjaan jaman modern.

Last notes

Tentu saja tahapan-tahapan diatas bukanlah tahapan yang baku dan harus dilalui oleh semua guru yang melakukan project-based learning. Sangat mungkin terdapat perbedaan tahapan antara satu guru dan guru lainya. Sah-sah saja, asal masih tetap memiliki ciri khas project-based learning. Tahapan diatas hanyalah gambaran umum yang sering muncul di banyak contoh-contoh project-based learning di seluruh dunia. Tahapan diatas juga berdasarkan pengalaman penulis yang melakukan project-based learning di Newcastle, Inggris. Jadi bukanya tidak mungkin terdapat satu/dua perbedaan dengan PBL di Amerika ataupun di lokasi-lokasi lainya. Intinya apapun prosesnya, jika pelaksanaan project-based learning dapat mendukung belajar murid menjadi antusias dan menghasilkan produk yang berguna bagi orang lain, maka sah-sah saja untuk berbeda dengan tahapan diatas.


Apa pendapatmu tentang tahapan diatas? Apakah membantu? atau tidak?

Subscribe to our newsletter