Project-based learning di sekolah alternatif untuk usaha pencegahan kekerasan

Nurul Bahirah

9/26/2022

Sekolah merupakan salah satu institusi yang diharapkan membawa pengaruh baik bagi generasi muda. Hal ini dapat dilihat dari visi dan misi yang tertulis di kurikulum. Di kurikulum merdeka - kurikulum baru di Indonesia - tertulis bahwa

“Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi mendukung Visi dan Misi Presiden ---- terciptanya pelajar Pancasila yang beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif.”

Dapat dilihat bahwa pemerintah mengharapkan – melalui pendidikan di sekolah– generasi yang memiliki karakter yang baik dapat terwujud. Namun, pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana cara guru-guru dan kepala sekolah dapat mewujudkanya? Bagaimana sekolah dapat mencegah murid-murid dari bahaya kejahatan, kriminalitas, dan masalah sosial lainya? Bukan menjadi rahasia bahwa dengan metode tradisional seperti ceramah- tidak selalu efektif untuk membuat anak-anak paham tentang bahaya kekerasan dan kriminalitas.

Seperti yang banyak diungkapkan oleh guru-guru sebagai refleksi terhadap kurikulum - kurikulum sebelumnya, bahwa masalah penanaman karakter hanya banyak akhirnya ditulis dibagian perencanaan. Namun, belum jelas bagaimana pelaksanaanya di kelas dan sekolah. Praktik 'mengajarkan' karakter ini, sangat wajar jika membingungkan untuk guru-guru. Bertahun-tahun guru sudah mengajar dengan fokus pada pencapaian materi dan nilai. Jika, ada perubahan baru–namun, tidak diberikan contoh bentuk nyatanya, sangat wajar kalau akhirnya tidak dilakukan atau pada akhirnya menggunakan metode ceramah.

Saya rasa ini juga menjadi peran dari banyak pihak, seperti universitas, akademisi, pemerintahan – untuk bukan hanya memberikan target yang harus diraih guru, namun juga memberikan contoh bentuk nyata cara mencapainya. Terutama jika targetnya cukup abstrak seperti karakter baik, akhlak mulia, yang bisa sangat multi faktor. Berbeda dengan mengajar matematika yang bisa saja dengan gaya menghafal dan latihan berulang kali. Elaborasi mengenai praktik-praktik baik yang bisa mendukung guru-guru mengajarkan topik-topik sensitif terkait pencegahan kekerasan dan gaya hidup sehat menjadi sangat penting.

sosialisasi kepolisian
sosialisasi kepolisian

Project-based learning adalah metode belajar-mengajar yang telah digunakan di banyak negara di dunia. Di Inggris, metode ini digunakan bukan hanya untuk mengajarkan mata pelajaran biasa. Namun, juga sebagai usaha pengenalan gaya hidup sehat dan pencegahan kejahatan, terutama bagi anak-anak yang berada di kondisi ‘rentan’. Usaha untuk mengenalkan topik sensitif ini dengan metode project-based learning, masih terhitung baru dan mungkin yang pertama kali dicoba di dunia.

Meskipun baru, namun hasil penelitian dari project ini menunjukan hasil yang positif. Dapat dilihat dari laporan evaluasi projectnya bahwa baik murid-murid, guru-guru dan staff sekolah menggambarkan perubahan positif dari tingkah laku dan semangat belajar siswa. Meskipun terdengar sangat menjanjikan, projek perlu kerjasama dari berbagai pihak untuk terjadi, seperti kepolisian setempat, universitas, sekolah-sekolah alternatif, dan komunitas lokal. Jika diharapkan hanya guru dan sekolah untuk mengadopsi tanpa adanya dukungan, maka mungkin tidak akan mudah.

Project-based learning dalam usaha pencegahan kekerasan yang dilakukan di Inggris ini merupakan usaha kerjasama dari berbagai pihak. Projek ini diinisiasi oleh tim edukasi kepolisian Northumbria dengan Center for teaching and learning(CFLaT) Newcastle University. CFLaT telah lama mengadakan kolaborasi project-based learning dengan sekolah-sekolah lokal di Inggris. Beberapa project-based learning-nya menghasilkan komik kolera, penampilan teater, dan juga film. (Baca lebih lengkap di: https://research.ncl.ac.uk/pblgoestouniversity/)

Berasal dari kesuksesanya, tim edukasi kepolisian mengajak CFLaT bekerja sama. Pihak kepolisian Northumbria tau bahwa hanya memberikan ‘sosialisasi’ ke sekolah tidak akan membuat usaha pencegahan kejahatan menjadi mengakar ke murid-murid. Oleh karena itu, mereka ingin menggunakan project-based learning yang memang sudah banyak berhasil meningkatkan 'engagement' murid. Terutama, karena sasaran tim edukasi kepolisian adalah anak-anak rentan-- yang dimarginalkan. Mereka sadar bahwa anak-anak ini akan antipati terhadap polisi dan sekolah. Mereka mengharapkan bahwa dengan pendekatan ini mereka dapat membuat murid-murid antusias.

Project based learning di Inggris untuk penanggulangan kejahatanProject based learning di Inggris untuk penanggulangan kejahatan

Pihak kepolisian pun mendapatkan pelatihan tentang project-based learning dan contoh-contohnya. Bersama dengan universitas mereka merancang project-based learning dengan topik-topik yang bisa sesuai dengan materi yang ingin mereka kenalkan. Pihak kepolisian dan universitas kemudian juga mengontak sekolah-sekolah alternatif yang melayani anak-anak yang kebutuhan khusus dan juga sekolah yang melayani anak-anak yang rentan.

Sekolah-sekolah yang ingin mengikuti kegiatan tersebut lalu bekerja sama dengan tim edukasi dalam proses perencanaan project-based learning secara lebih mendetail. Seperti topik apa yang menarik untuk murid, kemungkinan produk yang bisa dihasilkan, perencanaan pameran produk, berapa lama project akan dilakukan, guru pelajaran siapa saja yang akan ikut serta, pihak eksternal yang bisa mengisi materi. Contoh-contoh topik projek based learning yang dilakukan seperti, kekerasan domestik, kriminalitas dengan senjata tajam, media sosial, gaya hidup sehat.

Pelatihan project-based learning untuk kepolisian Pelatihan project-based learning untuk kepolisian

Dalam topik kriminalitas dengan senjata tajam, murid diajak untuk menjawab pertanyaan, “Apa yang bisa kita lakukan untuk mencegah kejahatan sentaja tajam di lingkungan sekolah kita?” Banyak dari kelompok membuat pameran seni di sekolah yang menunjukan kesedihan dari korban yang meninggal, puisi dari sudut pandang si senjata tajam, bahkan juga lagu yang menggambarkan keluarga dari korban. Pameran seni ini dipajang di sekolah dengan harapan kawan-kawan di sekolah dapat memahami bahayanya dan tidak melakukan kejahatan. Dalam proses pembuatan produk akhir mereka, murid-murid bertemu dengan keluarga korban ‘Samantha legacy’ dan mendengarkan cerita dari keluarga yang ditinggalkan. Mereka belajar cara membela diri dan pertolongan pertama apabila ada yang terluka dengan senjata tajam yang diberikan oleh Ambulance di Newcastle. Berbeda dengan metode ceramah yang mana murid-murid pasif mendengarkan bahaya senjata tajam dari kepolisian, metode project-based learning mengajak murid-murid bertemu langsung orang-orang yang paham hal tersebut, menyerap, bertanya, dan membuat produk dari proses pemahaman mereka.

Menariknya, dampak positif dari proses project-based learning, bukan hanya terlihat pada murid. Namun, juga berpengaruh positif pada keinginan guru-guru untuk menerapkan project-based learning pada pelajaran-pelajaran lainya bahkan setelah tim edukasi dari kepolisian tidak lagi di sekolah. Sebelumnya, walaupun guru-guru sudah mengetahui manfaat dari projek-based learning, guru-guru belum tau bagaimana bentuk nyatanya di lapangan. Apakah benar metode ini bisa menarik bahkan anak-anak yang antipati pada sekolah. Namun, setelah melihat dampaknya pada anak-anak, membuat guru-guru ingin melanjutkan di sekolah mereka sendiri. Hal yang sama juga diungkapkan oleh manajemen sekolah yang melihat langsung pertumbuhan kemampuan murid-murid di pameran publik. Murid-murid yang dahulu acuh dalam belajar menjadi berani untuk berbicara, mampu berinteraksi dengan orang baru, menghasilkan produk yang diluar ekspektasi. Bagi beberapa manajemen, mereka mengungkapkan keinginan untuk menerapkan metode ini di seluruh kelas di sekolah.

Pameran produk tentang perlindungan bagi perempuanPameran produk tentang perlindungan bagi perempuan
showcase project-based learning di sekolah inggrisshowcase project-based learning di sekolah inggris

Melihat dukungan pemerintah, kementrian pendidikan, terhadap metode project-based learning di Indonesia, hal ini bisa menjadi potensi untuk menggunakan metode ini ke banyak situasi. Sangat mungkin menggunakan metode ini bukan hanya untuk belajar-mengajar, tapi juga mengenalkan gaya hidup sehat, pencegahan kekerasan dan kejahatan, bahkan juga tingkah laku baik dan terpuji. Project based learning membuka pintu untuk para guru-guru berinovasi untuk pendidikan karakter yang tidak monoton, tapi menantang dan menyenangkan bagi murid. Sebagai contoh sangat mungkin mengaitkan topik kebhinekaan, topik nilai-nilai agama, yang sebelumnya hanya ceramah menjadi project yang menantang. Seperti, “Bagaimana cara kita agar mencegah generasi muda dari pinjaman berbunga (riba)? Bagaimana cara kita dapat mendukung perdamaian di tengah situasi pemilu yang memanas? Bagaimana cara kita menjadikan energi ‘citayam fashion week’ ke arah produktif?”

Namun, seperti di cerita di Inggris, berharap hanya guru sendiri yang melakukan perubahan dan mengatasi masalah sosial sangatlah tidak sulit. Dukungan dari pemerintah Indoensia, kepolisian lokal, universitas pendidikan dan keguruan menjadi penting dalam usaha inovasi dan revolusi pendidikan ini. Berangkat dari sini, sangat mungkin pendidikan karakter bukan hanya lagi tertulis di RPP tapi juga terlihat nyata di kelas-kelas penjuru negeri dari Sabang sampai Merauke.

Tertarik untuk baca lebih lanjut mengenai kegiatan PBL di Inggris? Report kegiatan : https://www.researchgate.net/publication/364185073_Project_Based_Learning_PBL_for_students_in_Alternative_Provision_and_Student_Referral_Units_AP_PRUs_within_the_landscape_of_Violence_Reduction_PBL_for_pupils_in_Alternative_Provision_and_Pupil_Referra